Pencatatan Kematian

Bagaimana tata cara pencatatan kematian?

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018, pencatatan kematian di wilayah NKRI harus memenuhi persyaratan:

  1. Fotokopi surat kematian, yang dapat berupa:

    1. Surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah.

    2. Surat keterangan kepolisian bagi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya.

    3. Salinan penetapan pengadilan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya.

    4. Surat pernyataan kematian dari maskapai penerbangan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    5. Surat keterangan kematian dari Perwakilan Republik Indonesia bagi penduduk yang kematiannya terjadi di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  2. Fotokopi Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi WNI bukan penduduk atau fotokopi Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi orang asing; dan

  3. Fotokopi KK/KTP yang meninggal dunia.

Tata Cara:

  1. WNI mengisi Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil di dalam Wilayah NKRI (F-2.01) dan melampirkan persyaratan;

  2. OA mengisi Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil di dalam Wilayah NKRI (F-2.01);

  3. Untuk pelayanan secara offline/tatap muka, persyaratan surat kematian yang diserahkan berupa fotokopi bukan asli (asli hanya diperlihatkan);

  4. Dinas tidak menarik surat kematian asli;

  5. WNI melampirkan fotokopi KK untuk verifikasi data yang tercantum dalam Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil di dalam Wilayah NKRI (F-2.01);

  6. Untuk pelayanan online/daring, persyaratan yang discan/ difoto untuk diunggah harus aslinya;

  7. WNI dan OA tidak perlu melampirkan fotokopi KTP-el saksi, karena identitasnya sudah tercantum dalam Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil di dalam Wilayah NKRI (F-2.01);

  8. OA menyerahkan fotokopi Dokumen Perjalanan atau fotokopi ITAS/SKTT atau fotokopi ITAP/KTPel;

  9. WNI bukan penduduk menyerahkan fotokopi dokumen perjalanan RI yang meninggal dunia;

  10. Pencatatan Kematian dilaporkan tidak hanya oleh anak atau ahli waris tetapi dapat juga dilaporkan oleh keluarga lainnya, termasuk ketua RT;

  11. Dalam hal subjek akta tidak tercantum dalam KK dan database kependudukan, kutipan akta kematian diterbitkan tanpa NIK; dan

  12. Dinas menerbitkan kutipan akta kematian.

Sumber rujukan:

  • Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. (link)

  • Pasal 45 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. (link)

  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan. (link)

  • Surat Dirjen Dukcapil yang ditujukan kepada Kepala Dinas Dukcapil di Seluruh Indonesia Nomor 470/13287/Dukcapil tanggal 28 September 2021 hal Jenis Layanan, Persyaratan dan Penjelasan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Bagaimana prosedur pencatatan kematian penduduk berdasarkan regulasi yang berlaku dan apakah permohonan pencatatan kematian harus diajukan oleh pihak keluarga/ahli waris?

Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, setiap kematian harus dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Hal ini dilakukan untuk diterbitkan akta kematiannya.

Mengacu pada Pasal 45 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018, pencatatan kematian di wilayah NKRI harus memenuhi persyaratan fotokopi surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah atau yang disebut nama lain.

Sehingga dalam hal ini dapat dimaksudkan pula:

  1. Permohonan pencatatan kematian tidak hanya dapat diajukan oleh pihak keluarga/ahli waris, tetapi juga dapat dilakukan oleh ketua rukun tetangga/nama lainnya atau orang lain.

  2. Kepala desa/lurah memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat keterangan kematian berdasarkan permohonan dari ketua rukun tetangga/nama lainnya atau orang lain.

  3. Pencatatan kematian dilakukan dengan tata cara pemohon mengisi formulir pelaporan (F2.01) dan melampirkan persyaratan yang telah ditetapkan, termasuk fotokopi surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah.

Sumber rujukan:

  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013; (link)

  • Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018; (link)

  • Surat Dirjen Dukcapil Nomor 400.8.2.6/11187/DUKCAPIL tgl 27 Juli 2023 kepada Kepala Dinas Dukcapil Provinsi Sulawesi Barat tentang Akta Kematian

Bagaimana pencatatan kematian penduduk yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) dan database kependudukan?

Berdasarkan ketentuan Pasal 65 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019, pencatatan kematian penduduk yang tidak terdaftar dalam KK dan database kependudukan dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Pencatatan kematian penduduk yang tidak terdaftar dalam KK dan database kependudukan dapat juga dilakukan tanpa melalui penetapan pengadilan, dengan adanya dokumen pendukung, misalnya buku nikah/akta perkawinan, KK/KTP lama, ijazah, dokumen perjalanan RI (paspor) dan dikuatkan dengan surat kematian dari kepala desa/lurah serta pemohon membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dengan 2 (dua) orang saksi.

Surat rujukan:

  • Pasal 65 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. (link)

  • Surat Dirjen Dukcapil No. 472.12/5166/Dukcapil tgl 31 Mei 2020 kpd Kadis Dukcapil Kab. Gunung Kidul.

  • Surat Dirjen Dukcapil No. 400.8.2.2/166/Dukcapil tgl 5 Januari 2024 kpd Sdr. Suparmin di Kab. Ngawi.

Apakah para kepala desa/lurah boleh dan memiliki kewenangan untuk membuat surat keterangan kematian tanpa adanya permohonan dari ahli waris oknum yang meninggal dunia?
  1. Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yang intinya diatur bahwa setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian untuk diterbitkan akta kematiannya.

  2. Merujuk Pasal 45 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 diatur bahwa pencatatan kematian di wilayah NKRI harus memenuhi persyaratan fotokopi surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah atau yang disebut nama lain.

  3. Memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, maka:

    1. Permohonan Pencatatan kematian tidak harus oleh pihak keluarga/ahli waris tetapi juga dapat dilakukanoleh ketua rukun tetangga/nama lainnya atau orang lain.

    2. Kepala desa/lurah dapat menerbitkan surat keterangan kematian berdasarkan permohonan dari ketua rukun tetangga/nama lainnya atau orang lain.

    3. Pencatatan kematian dilakukan dengan tata cara pemohon mengisi Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil di dalam Wilayah NKRI (F-2.01) dan melampirkan persyaratan.

Sumber rujukan:

  • Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

  • Pasal 45 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 109 Tahun 2019 tentang Formulir dan Buku Yang Digunakan Dalam Administrasi Kependudukan.

Bagaimana prosedur yang harus diikuti ketika terdapat konflik terkait penerbitan akta kematian di suatu daerah, di mana NIK yang digunakan dalam penerbitan akta kematian tersebut telah digunakan dalam penerbitan akta kematian di daerah lain?

Berdasarkan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 diatur bahwa jika Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tercantum pada Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) berbeda dengan NIK yang tercantum pada dokumen kependudukan dan/atau dokumen identitas lainnya yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga atau badan hukum Indonesia, maka yang berlaku adalah NIK yang tercantum pada KTP-el. Dalam hal ini, langkah-langkah yang dapat diambil adalah:

  1. Mengecek database kependudukan untuk memverifikasi NIK yang bersangkutan. Jika NIK tersebut terdaftar atas nama seseorang (misalnya, "a.n. Susana Widjaja") dan memiliki KTP-el sebagai penduduk di suatu daerah (misalnya, "Kota Malang").

  2. Penerbitan akta kematian atas nama "a.n. Susana Widjaja" dengan NIK tersebut dapat dilakukan melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) oleh Disdukcapil di daerah tersebut (dalam contoh ini, "Kota Malang").

  3. Meminta kepada Kepala Disdukcapil di daerah yang bersangkutan (misalnya, "Kota Malang") untuk mengirim surat kepada Kepala Disdukcapil di daerah lain yang telah menerbitkan akta kematian dengan NIK yang sama (misalnya, "Kota Surabaya") untuk membatalkan akta kematian yang digunakan NIK tersebut.

  4. Setelah pembatalan akta kematian dilakukan, akta kematian yang sah dapat diterbitkan kembali melalui SIAK tanpa NIK. Jika ada kendala teknis dalam proses penerbitan akta kematian, disarankan untuk menugaskan ADB Disdukcapil di daerah yang bersangkutan (misalnya, "Kota Malang") untuk berkonsultasi dengan tim teknis SIAK di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Prosedur ini dapat diikuti untuk menyelesaikan konflik terkait penerbitan akta kematian dengan NIK yang telah digunakan dalam penerbitan akta kematian di daerah lain.

Sumber rujukan:

  • Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

  • Surat Dirjen Dukcapil No. 472.2/10440/DUKCAPIL tanggal 28 Juni 2022 kpd Kadis Dukcapil Kota Malang.

Bagaimana langkah-langkah peningkatan cakupan akta kematian melalui penerapan buku pokok pemakaman?

Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:

  1. Kepala Disdukcapil Kabupaten/Kota untuk:

    1. Segera membuat Buku Pokok Pemakaman (sesuai format terlampir) dan disampaikan kepada seluruh petugas pemakaman;

    2. Membuat Pelaporan Kematian di desa/kelurahan (sesuai format terlampir) untuk disampaikan kepada seluruh aparat RT/RW dan desa/kelurahan;

    3. Buku Pokok Pemakaman dan Pelaporan Kematian di desa/kelurahan yang telah diisi oleh petugas pemakaman atau aparat RT/RW dan desa/ kelurahan, disampaikan kepada Disdukcapil untuk diterbitkan akta kematian, perubahan KK dan perubahan KTP-el bagi yang statusnya kawin.

  2. Kabupaten/Kota yang sudah menerapkan Pelaporan Kematian di desa/kelurahan, dianggap juga sudah menerapkan Buku Pokok Pemakaman. Penerapan Buku Pokok Pemakaman dan Pelaporan Kematian tersebut, dimaksud agar setiap kematian penduduk dapat terlaporkan untuk diterbitkan akta kematiannya dan meningkatkan akurasi basis data kependudukan.

  3. Kepala Unit Kerja/Dinas yang Membidangi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi untuk:

    1. Melakukan langkah proaktif untuk mendorong percepatan penerapan Buku Pokok Pemakaman dan Pelaporan Kematian di desa/kelurahan serta peningkatan pencatatan kematian di masing-masing kabupaten/kota;

    2. Melaporkan penerapan Buku Pokok Pemakaman dan Pelaporan Kematian di desa/kelurahan serta cakupan akta kematian di masing-masing kabupaten/kota kepada Dirjen Dukcapil paling lambat setiap tanggal 5 (lima) ke email subditlahmat@gmail.com dan melakukan konfirmasi kepada Penanggung Jawab Provinsi masing-masing.

Sumber rujukan: Surat Dirjen Dukcapil yang ditujukan kepada Kepala Dinas Dukcapil di seluruh Indonesia Nomor 472.12/1242/DUKCAPIL tanggal 17 Januari 2022 hal Percepatan Penerapan Buku Pokok Pemakaman.

Bagaimana Penerbitan Akta Kematian berdasarkan Surat Keterangan Kematian?
  1. Berdasarkan Pasal 45 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, persyaratan pencatatan kematian sebagai berikut:

    1. Fotokopi surat kematian, yaitu:

      1. Surat kematian dari dokter atau kepala desa/lurah;

      2. Surat keterangan kepolisian bagi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya;

      3. Salinan penetapan pengadilan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya;

      4. Surat pernyataan kematian dari maskapai penerbangan bagi seseorang yang tidak jelas keberadaannya karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

      5. Surat keterangan kematian dari Perwakilan Republik Indonesia bagi penduduk yang kematiannya di luar wilayah Negara Kesatuan RI.

    2. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) bagi penduduk, Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi WNI bukan penduduk atau Dokumen Perjalanan bagi orang asing.

  2. Pencatatan kematian dilaksanakan dengan menerbitkan akta kematian, tidak diterbitkan surat keterangan kematian. Sedangkan untuk pencatatan kematian bagi orang asing yang tidak memiliki dokumen keimigrasian tidak diterbitkan akta kematian tetapi surat keterangan kematian.

  3. Disdukcapil dapat menerbitkan surat keterangan untuk melengkapi data kematian yang belum tercantum dalam kutipan akta kematian berdasarkan register akta kematian, apabila diperlukan untuk kepentingan ahli waris.

Sumber rujukan:

  • Pasal 45 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018

  • Surat Dirjen Dukcapil kepada Secretary Of Consuler Division Taipei Economic and Trade Office Nomor 400.8.2.2/1869/Dukcapil Tgl 13 februari 2024 Hal Penerbitan Akta Kematian.

Last updated